Dewi Sartika adalah tokoh
perintis pendidikan untuk kaum perempuan, diakui sebagai Pahlawan
Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Sejak 1902, Dewi Sartika
sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil,
di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di hadapan
anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis, dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A.
Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri
(Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga
orang; Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi.
Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang,
menggunakan ruangan pendopo kabupaten Bandung.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa
wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang
dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang
sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola
Istri di kota-kota kabupaten (setengah dari seluruh kota kabupaten
se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914, nama sekolahnya
diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan).
Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola
Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang
ke Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama
Saleh. Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola Kautamaan Istri
di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa yang
berdiri di kota kewedanaan.
Bulan September 1929, Dewi Sartika
mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun,
yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya
dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah
Hindia-Belanda. Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di Tasikmalaya,
dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di pemakaman
Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian dimakamkan
kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang
Anyar, Bandung.
Sumber: dari berbagai sumber, uniknya.com, April 2012